Pendidikan Bergurau



INDONESIA, sungguh indah dirimu, dihiasi kemilaunya kekayaan. Sungguh anggun dirimu, dihiasi banyaknya kepulauan. Sungguh, siapapun yang melihatmu, jatuh cinta kepadamu bisa kupastikan.

Sayang, kekayaanmu tercabik-cabik, rakyatmu tak terjamah, pulau-pulaumu terampas. Adakah yang masih peduli? Jika jawaban yang kau temukan adalah TIDAK, maka mengamuklah. Jika jawaban yang kau temukan adalah YA, maka bersabarlah.

Jika setiap detik pepohonan yang tumbuh dari tanahmu senantiasa bertasbih kepada Allah, jika setiap detik angin semilir di tepian pantaimu berdzikir kepada Allah, maka, mereka yang berkata YA adalah yang setiap detiknya senantiasa mengiringi dzikir pepohonan, angin, dan apa-apa yang berada di dalam dirimu. Mereka yang berkata YA adalah yang senantiasa mengingat Tuhannya, senantiasa mengingat hakikat penciptaannya, sebagai hamba dan khalifah di muka bumi.

Aku melihat rakyatmu yang menangis, merintih, menjauhi kehidupan yang semakin tak berbentuk, abstrak. Mereka lebih memilih belajar pada alam, menghabiskan waktu bertafakkur dengan penciptaan-Nya. Mereka lebih memilih hidup terbatas, tak tersentuh kuatnya globalisasi, modernisasi, kapitalisasi, atau apapun yang merusak dirimu.

Lalu aku melihat rakyatmu yang lain, yang hidup di atas hedonisme, tertawa, berkelakar, mencari ilmu untuk kepuasan semata. Mereka menukar ilmu dengan uang, bukan lagi hasrat berilmu, tapi yang nampak adalah hasrat ber'uang'.

Kini telah kau pahami, bahwa cita-cita mencerdaskan bangsamu hanya seperti formalitas belaka. Janji dan harapan tertulis yang tidak berdampak. Lihatlah, mereka yang dihambakan oleh harta, sesungguhnya secara implisit mereka sedang dibodohi. Lihat pula sistem yang ada pada dirimu, kurasa tujuan mereka bukan untuk mencerdaskan, apakah semacam rencana meruntuhkan? Miris menatapmu, Indonesia. Kini akan kuceritakan agar terbayang olehmu bagaimana seharusnya tumbuh kembang kecerdasan rakyatmu.

Berabad-abad yang lalu, wahai Indonesia...ada satu zaman dimana semua orang hidup bahagia, mereka cerdas dengan bahagia. Saat itu ilmu diperebutkan, dicari, diharapkan. Mereka berilmu dengan suka cita, sehingga cita-cita mereka bukan lagi 'mencerdaskan' tetapi 'menyebarluaskan'. Jika kutanya siapa saja yang ahli di bidang filsafat sekarang ini, aku yakin kau bisa menjawabnya dengan mudah.

Tetapi jika kutanya siapa saja yang ahli di bidang filsafat, sekaligus matematika, kedokteran, fisika, astronomi, optik, metalurgi, secara keseluruhan, apakah kau bisa menjawab? Kurasa tidak. Maka kuberitahu dia yang ahli di semua bidang itu berabad-abad yang lalu, dialah Al Kindi. Dan jika kau tanyakan jumlah polymath-polymath pada zaman itu, akan kujawab, sangat banyak!

Wahai Indonesia...berabad-abad yang lalu, tepatnya abad ke-8 dalam perhitungan Masehi, ilmu bukanlah seperti yang kini banyak kau temukan. Dimana di dalam dirimu mengakar politisasi pendidikan, komersialisasi pendidikan. Bahkan tak ada lagi esensi pendidikan itu. Ilmu yang diberikan dan diterapkan hanyalah untuk kepentingan non-esensial berjangka pendek. Pendidikan yang sedang banyak direncanakan dalam dirimu dibersamai dengan pemikiran pragmatis tak bertanggung jawab semakin mengkhawatirkan nasib masa depan bangsamu. Mereka terjajah oleh sistem mereka sendiri.

Sempat terlintas dalam pikirku tentang apa tujuan sebenarnya diadakannya pendidikan di dalam dirimu, Indonesia.  Jika melihat pada realitas, bahwa banyak di antara rakyatmu yang dengan mudahnya menaiki jenjang pendidikan, membuat sontekan, melakukan kecurangan, sogok-menyogok.

Apa tujuannya? Dan nampaknya banyak yang tidak keberatan dengan hal itu, seakan-akan pendidikan adalah sebuah gurauan. Mereka bergurau di atas sistem yang dulu diperjuangkan. Lalu di mana letak cita-cita bangsa itu? Apakah hanya mereka yang masih menjunjung tinggi pancasila (pancasilais)? Apakah artinya cita-cita bangsa telah tereduksi menjadi cita-cita sebagian golongan?

Indonesia, lihatlah kekayaanmu yang terus dikeruk oleh orang asing tak kau kenal. Itu karena rakyatmu belum cerdas mengelola kekayaanmu. Merebak partikularisme, menghancurkan masa depan bangsa.

Apakah masih ada yang peduli?
Katakan YA...!

Dina Qoyima
Pegiat di Departement Kajian Strategis
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI)
Komisariat Soedirman Purwokerto(//ade)

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pendidikan Bergurau"

Post a Comment